Berita  

Kebijakan Pemerintah tentang Pemukiman Berbasis Area

Merajut Masa Depan Berkelanjutan: Strategi Komprehensif Pemerintah dalam Pengembangan Pemukiman Berbasis Area di Indonesia

Indonesia, dengan laju urbanisasi yang pesat dan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, menghadapi tantangan kompleks dalam menyediakan hunian yang layak dan berkelanjutan bagi seluruh warganya. Keterbatasan lahan, sebaran penduduk yang tidak merata, serta isu-isu lingkungan dan sosial menjadi alasan mendasar mengapa pendekatan konvensional dalam pembangunan perumahan tidak lagi memadai. Di sinilah peran "Pemukiman Berbasis Area" (PBA) menjadi krusial, sebuah strategi yang kini semakin diarusutamakan dalam kebijakan pemerintah.

Memahami Konsep Pemukiman Berbasis Area (PBA)

Pemukiman Berbasis Area (PBA) bukanlah sekadar pembangunan sekelompok rumah, melainkan sebuah pendekatan holistik dan terencana dalam menciptakan kawasan hunian yang terintegrasi. Konsep ini melampaui fokus pada unit rumah individual, beralih pada pengembangan suatu area yang mencakup:

  1. Infrastruktur Dasar: Jalan, air bersih, sanitasi, drainase, listrik, dan telekomunikasi yang memadai.
  2. Fasilitas Sosial dan Umum: Sekolah, fasilitas kesehatan, pasar, ruang terbuka hijau, tempat ibadah, dan fasilitas rekreasi.
  3. Aksesibilitas: Keterhubungan dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi dan layanan publik lainnya melalui sistem transportasi yang efisien.
  4. Aspek Ekonomi: Mendorong terciptanya lapangan kerja dan kegiatan ekonomi lokal di dalam atau sekitar kawasan.
  5. Keberlanjutan Lingkungan: Penerapan prinsip-prinsip pembangunan hijau, pengelolaan limbah, dan mitigasi risiko bencana.
  6. Partisipasi Masyarakat: Melibatkan komunitas lokal dalam perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan kawasan.

PBA dapat mengambil berbagai bentuk, mulai dari pengembangan kota baru (new town development), revitalisasi kawasan kumuh (slum upgrading), pembangunan kembali pasca-bencana, hingga penataan kawasan transmigrasi atau perbatasan. Intinya, setiap elemen dalam area tersebut dirancang untuk saling mendukung, menciptakan ekosistem hunian yang layak, produktif, dan berkelanjutan.

Urgensi dan Tujuan Kebijakan Pemerintah terhadap PBA

Pemerintah mengadopsi pendekatan PBA dengan beberapa tujuan utama:

  • Mengatasi Kekurangan Perumahan (Backlog): Dengan perencanaan skala besar, pembangunan PBA dapat mempercepat penyediaan hunian dalam jumlah besar, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
  • Mewujudkan Penataan Ruang yang Efisien: Mencegah pertumbuhan permukiman yang sporadis dan tidak terkendali, mengoptimalkan pemanfaatan lahan, serta mengurangi konversi lahan produktif.
  • Meningkatkan Kualitas Hidup: Menyediakan lingkungan hunian yang sehat, aman, nyaman, dan dilengkapi fasilitas esensial, sehingga meningkatkan kesejahteraan penghuni.
  • Mendorong Pemerataan Pembangunan: Menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru di luar wilayah metropolitan yang padat, mengurangi kesenjangan antar daerah.
  • Membangun Ketahanan Bencana: Merencanakan permukiman di lokasi yang aman dan membangun infrastruktur yang tangguh terhadap ancaman bencana alam.
  • Mendukung Ekonomi Lokal: Dengan perencanaan yang terintegrasi, PBA dapat menjadi mesin penggerak ekonomi melalui investasi, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan UMKM.

Pilar-Pilar Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan PBA

Kebijakan pemerintah terhadap PBA di Indonesia bersandar pada beberapa pilar utama:

1. Kerangka Hukum dan Regulasi

Dasar hukum utama adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Regulasi ini diperkuat oleh berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen) yang mengatur detail teknis seperti standar minimal perumahan, perizinan, pembiayaan, hingga pengelolaan kawasan. Pemerintah terus berupaya menyempurnakan kerangka hukum ini untuk menciptakan kepastian investasi dan kemudahan dalam implementasi.

2. Perencanaan Tata Ruang

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota menjadi fondasi utama. PBA harus selaras dengan RTRW, memastikan bahwa pengembangan permukiman berada di zona yang sesuai dan terintegrasi dengan rencana pembangunan infrastruktur lainnya. Ini juga mencakup penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang lebih mikro untuk kawasan-kawasan tertentu.

3. Kelembagaan dan Koordinasi Lintas Sektor

Pengembangan PBA melibatkan banyak kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, serta pemerintah daerah. Koordinasi yang kuat antar lembaga menjadi kunci untuk mengatasi ego sektoral dan memastikan pembangunan berjalan sinergis.

4. Pembiayaan Inovatif

Pemerintah menyadari bahwa pembiayaan PBA tidak bisa hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau APBD. Oleh karena itu, skema pembiayaan inovatif terus didorong, antara lain:

  • Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS/PPP): Melibatkan sektor swasta dalam investasi infrastruktur dan pembangunan perumahan.
  • Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Subsidi Selisih Bunga (SSB): Untuk mendukung kepemilikan rumah bagi MBR.
  • Dana Bergulir: Untuk pengembangan permukiman di daerah.
  • Obligasi Daerah dan Sumber Pembiayaan Non-APBN lainnya.

5. Pemanfaatan Teknologi dan Inovasi

Pemerintah mendorong penggunaan teknologi dalam perencanaan (misalnya, Sistem Informasi Geografis/GIS), pembangunan (teknologi konstruksi prefabrikasi, material ramah lingkungan), dan pengelolaan (smart city concept, IOT untuk efisiensi energi dan air).

Implementasi Kebijakan di Lapangan: Contoh Program PBA

Berbagai program pemerintah merefleksikan komitmen terhadap PBA:

  • Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU): Ini adalah salah satu contoh paling nyata dari PBA. Program ini tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat, penataan lingkungan, dan peningkatan infrastruktur dasar di kawasan kumuh secara terintegrasi.
  • Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru: Contohnya seperti rencana pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang menerapkan konsep kota hutan (forest city) dan smart city, atau pengembangan kawasan penyangga kota-kota besar yang dirancang sebagai kota mandiri dengan fasilitas lengkap.
  • Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca-Bencana: Di daerah yang terdampak bencana besar (misalnya Palu, Lombok, Cianjur), pemerintah membangun kembali permukiman yang lebih aman dan terencana, seringkali dengan relokasi ke zona yang lebih rendah risikonya, dilengkapi dengan fasilitas umum dan sosial yang memadai.
  • Pembangunan Rusunawa dan Rusunami: Meskipun fokus pada bangunan vertikal, pembangunan rumah susun seringkali merupakan bagian dari rencana pengembangan kawasan yang lebih besar, terutama di perkotaan, untuk menghemat lahan dan menyediakan hunian terjangkau dekat dengan pusat aktivitas.
  • Pengembangan Kawasan Transmigrasi: Meskipun tidak sepopuler dulu, konsep ini secara inheren adalah PBA, di mana pemerintah menyiapkan lahan, infrastruktur, dan fasilitas dasar untuk membentuk permukiman baru di daerah terpencil.

Tantangan dan Peluang ke Depan

Pengembangan PBA di Indonesia tidak lepas dari tantangan:

  • Pengadaan Lahan: Menjadi kendala klasik yang sering menghambat proyek besar, terutama di daerah perkotaan dengan harga lahan yang tinggi dan status kepemilikan yang kompleks.
  • Koordinasi Lintas Sektor: Meskipun ada upaya, sinkronisasi program dan anggaran antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah masih perlu ditingkatkan.
  • Partisipasi Masyarakat: Memastikan partisipasi yang bermakna dan berkelanjutan, serta mengatasi potensi penolakan atau resistensi dari masyarakat lokal.
  • Pembiayaan: Keterbatasan anggaran pemerintah menuntut kreativitas dalam menarik investasi swasta dan skema pembiayaan alternatif.
  • Keberlanjutan Pengelolaan: Setelah dibangun, tantangan berikutnya adalah bagaimana menjaga dan mengelola fasilitas serta lingkungan permukiman secara berkelanjutan.

Namun, di balik tantangan ada peluang besar:

  • Bonus Demografi: Tenaga kerja produktif yang melimpah dapat menjadi motor penggerak pembangunan.
  • Teknologi Digital: Mempermudah perencanaan, monitoring, dan pengelolaan kawasan, serta meningkatkan partisipasi publik.
  • Kesadaran Lingkungan: Mendorong adopsi konsep permukiman hijau dan berkelanjutan.
  • Investasi Asing: Potensi menarik investasi dari luar negeri untuk proyek-proyek infrastruktur dan perumahan berskala besar.
  • Kolaborasi Multistakeholder: Semakin banyak pihak, mulai dari akademisi, NGO, hingga komunitas, yang siap berkontribusi dalam pembangunan permukiman.

Kesimpulan

Kebijakan pemerintah tentang Pemukiman Berbasis Area adalah langkah progresif dan krusial dalam menata masa depan Indonesia. Ini adalah visi yang tidak hanya melihat rumah sebagai tempat tinggal, tetapi sebagai bagian integral dari ekosistem sosial, ekonomi, dan lingkungan yang lebih besar. Dengan kerangka hukum yang kuat, perencanaan yang matang, pembiayaan inovatif, dan yang terpenting, koordinasi yang solid serta partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, Indonesia dapat mewujudkan permukiman yang layak, berkeadilan, dan berkelanjutan bagi setiap warganya, merajut simpul-simpul kehidupan yang lebih baik di setiap sudut Nusantara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *